Rabu, 15 Februari 2017

Apa Itu OS Tizen di Samsung Z2, Bedanya dengan Android?

Samsung akhirnya merilis smartphone Z2 di pasar Indonesia. Berbeda dengan smartphone lain yang mengusung sistem operasi (OS) Android, Samsung mengusung OS lain, bernama Tizen.



Tizen merupakan sistem operasi bersifat terbuka (open source) yang memakai inti program (kernel) Linux. Bukan hanya untuk ponsel pintar dan tablet saja, Tizen juga dirancang untuk perangkat multimedia dalam kendaraan, televisi dan sebagainya.

Ia menjadi proyek besar organisasi Linux Foundation bersama perusahaan elektronik Samsung dan produsen prosesor Intel.

Pada 30 April 2012, sistem operasi Tizen versi 1.0 meluncur dengan kode nama Larkspur. Kemudian pada 25 September 2012, Tizen versi 2,0 berstatus Alpha dirilis dengan kode nama Magnolia. Tizen 2.0 versi penuh dirilis pada Januari 2013.

Smartphone pertama Tizen yang dibuat oleh Samsung adalah seri Z1 yang dirilis pada Januari 2015 lalu. Penerusnya, Samsung Z2 debut di India pada Agustus 2016.



KOMPAS.com/LAKSONO HARI WIWOHO
Jam tangan pintar Samsung Gear S yang diluncurkan di Berlin menampilkan deretan aplikasi yang beroperasi dalam sistem Tizen (kiri). Foto kanan merupakan penampang belakang Gear S, di sana terdapat slot SIM card.
Selain smartphone Samsung Z2, peranti Samsung lain yang telah menggunakan OS Tizen lebih dahulu adalah peranti jam tangan pintar Gear S, gelang pintar Gear Fit, headset Samsung Gear VR, dan lini Smart TV Samsung.

Baca: Samsung Boyong TV OS Tizen ke Indonesia

Bedanya dengan Android?

Sistem operasi Tizen dikembangkan Samsung agar perusahaan Korea Selatan itu bisa melepaskan diri dari dominasi dan ketergantungan kepada Google Android.

Kepercayaan Samsung pada Tizen karena menilai OS besutan Linux tersebut paling ringan di antara sistem operasi lainnya. Tizen memungkinkan pemakaian memori dan tenaga prosesor yang lebih sedikit.


PhoneArena
Samsung Tizen
"Keuntungan dari Tizen sangat sederhana: Tizen lebih 'ringan' dari sistem operasi lain. Dengan kata lain, Tizen membutuhkan tenaga pemrosesan dan memori yang lebih sedikit," kata perwakilan Samsung.

Selain untuk melepaskan diri dari ketergantungan dari Google, Tizen juga akan dijadikan sebagai pondasi Samsung untuk membangun ekosistem Internet of Things (IoT).

Menurut Samsung, Tizen akan memegang peran besar di masa depan untuk mewujudkan IoT.

Hal itu dikemukakan oleh Head of Product Marketing IT & Mobile Samsung Electronics Indonesia, Denny Galant usai peluncuran Samsung "Tizen" Z2, Rabu (19/10/2016).

"Kesempatan ke depannya Tizen ini untuk konektivitas perangkat pintar Samsung. Arahnya ke IoT, seperti menghubungkan smartphone dengan wearable, headset VR, dan home appliances buatan Samsung lainnya," kata dia.

Baca: Mampukah Tizen Kalahkan Android?

Tentang aplikasi Tizen yang belum sebanyak Android

Perlu diakui bahwa jumlah aplikasi yang tersedia di platform Tizen masih sedikit jika dibandingkan dengan aplikasi di Android.

Aplikasi chatting dan media sosial semacam WhatsApp, Line, Instagram, dan Facebook, memang sudah bisa dijajal di smartphone berbasis Tizen. Namun, aplikasi ride-sharing semacam Uber, Grab, dan Go-Jek belum tersedia di toko aplikasi Tizen Store.

"Samsung Z2 ini kan masih perkenalan supaya masyarakat luas tahu soal Tizen," kata Denny.

"Kita lihat dulu perkembangannya di masyarakat. Seiring perkembangannya, aplikasi lain juga bakal ada," imbuhnya.


Fatimah Kartini Bohang/KOMPAS.com
Samsung Z2 dengan sistem operasi Tizen.
Denny mengatakan Samsung bakal lebih agresif menelurkan produk-produk berbasis Tizen pada 2017 mendatang. Inilah yang kini menjadi pekerjaan rumah bagi Samsung.

Selain itu, untuk mendukung ekosistem Tizen, Samsung gencar menggandeng developer lokal untuk membuat aplikasi berbasis Tizen.

Salah satunya dengan mengadakan kompetisi Indonesia Next App 3.0 pada Juli lalu. Dalam kompetisi ini, pengembang aplikasi ditantang untuk membuat aplikasi di tiga kategori platform, yakni Tizen Smartphone, Wearable/Gears Apps dan Gear VR Content.

Bisa jadi ke depannya aplikasi Tizen bakal memiliki basis pengguna yang banyak, sehingga menarik pengembang aplikasi untuk bergabung dengannya.

Jumat, 10 Februari 2017

Bisnis Tak Berkembang, Pendapatan Yahoo Malah Naik

Pendapatan per saham Yahoo pada kuartal ini naik menjadi 20 sen. Pada periode yang sama tahun lalu, angka itu cuma 15 sen per saham. Hal tersebut disampaikan CEO Yahoo, Marissa Mayer, dalam laporan investor kuartal III 2016.



Meski demikian, angka itu tak menggambarkan kondisi bisnis Yahoo yang membaik. Pasalnya, pendapatan yang lebih besar diperoleh karena banyaknya pemotongan anggaran di berbagai sektor. Beberapa contohnya adalah pemangkasan karyawan, penutupan kantor cabang, serta penghematan operasional.

Selain itu, pertumbuhan bisnis Yahoo yang stagnan menyebabkan perusahaan itu tak perlu menambah modal investasi. Faktor ini juga menghemat anggaran perusahaan, meski menandai mekanisme keluar-masuk duit yang tak sehat.

Setelah disesuaikan dengan ebitda alias pemasukan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi, pendapatan Yahoo tetap terjun bebas seperti tahun-tahun sebelumnya.

Dalam angka ril, pendapatan Yahoo turun menjadi 229,2 juta dollar AS (Rp 2,9 triliun) dari yang sebelumnya 244,2 juta dollar AS (Rp 3,1 triliun), sebagaimana dilaporkan Recode dan dihimpun KompasTekno, Kamis (20/10/2016).

Pendapatan Yahoo dari iklan menciut 7 persen dibandingkan tahun lalu. Lebih jauh, pendapatan dari mesin pencari terjun bebas 14 persen jika dibandingkan periode yang sama pada 2015.

Tak ada conference call

Dalam pemaparan laporan bisnis per kuartal kali ini, manajemen Yahoo menghapus kebiasaan conference call (panggilan konferensi) dengan para investor. Hal ini mengindikasikan trasnparansi yang semakin menurun.

Tak dijelaskan alasan pasti dari tak adanya conference call. Beberapa orang berpendapat hal ini terkait dengan isu kerja sama antara pemerintah AS dan Yahoo untuk memata-matai lebih dari 500 juta akun pengguna.

Verizon yang menanam investasi 5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 65 triliun untuk Yahoo menuntut sikap terbuka perusahaan yang pernah berjaya pada awal 2000-an itu. Pengacara Verizon mengatakan bahwa situasi tertutup seperti sekarang memicu kliennya untuk melakukan negosiasi ulang soal penanaman modal.

Verizon, menurut pengacaranya, meminta manajemen Yahoo menjawab beberapa pertanyaaan. Contohnya, apa saja data yang didapat peretas dari konsumen? Seperti apa pelanggaran yang dilakukan? Apakah email korporat Yahoo juga turut berisiko? Apa yang Mayer tahu dan sejak kapan dia tahu?

Hingga kini, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut belum ada yang sahih. Semuanya cuma berdasarkan asumsi dan prediksi. Entah kapan Yahoo bakal buka mulut ke investor.

Minggu, 05 Februari 2017

Indonesia Butuh Ponsel 4G Rp 1 Juta-an Lebih Banyak

Diperlukan lebih dari sekadar edukasi kepada pengguna layanan telekomunikasi 2G jika Indonesia ingin segera bermigrasi ke 4G.



Salah satu caranya dengan memperkenalkan ponsel 4G berharga murah agar masyarakat dengan daya beli rendah bisa ikut mencicipinya.

Country Director Qualcomm Indonesia Shannedy Ong mengatakan, migrasi dari 2G ke 4G ini perlu segera dilakukan agar Indonesia tidak semakin tertinggal dari negara lain.

Selain itu, peralihan tersebut akan mengoptimalkan kinerja 4G di Indonesia. Sebab, penggunaan ponsel 2G di Tanah Air justru "mencaplok" jalur spektrum 4G di frekuensi 1.800 MHz.

Baca: Ini Alasan Sinyal 4G di Indonesia Masih Lemot

Karena itu, Qualcomm Indonesia akan bekerja sama dengan operator telekomunikasi untuk mengedukasi pengguna ponsel tentang pentingnya beralih ke 4G.

Selain itu, perlu ada smartphone 4G dengan harga sangat murah untuk membujuk pemakai ponsel 2G agar pindah ke handset 4G.

"Mungkin harganya sudah bukan di bawah Rp 1 juta lagi, kalau bisa di bawah Rp 800.000 atau Rp 700.000 untuk smartphone 4G," kata Ong di sela-sela acara Qualcomm 4G/5G Summit di Hong Kong, Rabu (19/10/2016).

Menurut Ong, selama ini masyarakat pedesaan, baik itu petani maupun nelayan, belum mendapatkan informasi cukup tentang kebutuhan akan 4G dalam menunjang pekerjaan mereka.

Ia yakin bahwa ketika pengguna ponsel sudah merasakan kenyamanan 4G, maka konsumsi terhadap handset yang lebih baik akan meningkat dengan sendirinya.

"Itu kalau mereka melihat bagaimana (4G menunjang pekerjaan), itu akan dengan sendirinya akan switch ke ponsel yang lebih tinggi," kata Ong.